PERALATAN BEGAWI CAKAK PEPADUN





PERALATAN BEGAWI CAKAK PEPADUN

Begawi Cakak Pepadun ialah kegiatan/acara untuk mendapatkan gelar adat.
Dalam hal prosesi upacara adat perkawinan berlaku pula upacara gawi. Begawi tersebut bisa dilakukan di tempat mempelai pria maupun wanita. Untuk mempersiapkan upacara begawi, para penyimbang kedua belah pihak di tempat masing-masing mengadakan pertemuan atau bermusyawarah guna mengatur persiapan-persiapan yang akan dilaksanakan.
Persiapan yang harus dilakukan oleh pihak keluarga pria yakni menyiapkan semua alat-alat perlengkapan adat untuk ngakuk majau (mengambil mempelai wanita) dan begawi turun duwei atau cakak pepadun. Acara akad nikah dilakukan di tempat mempelai pria, tapi ada kalanya atas permintaan pihak gadis, para penyimbang mempersiapkan untuk menerima mempelai pria dan rombongannya serta melepas anak gadis yang akan di ambil pihak bujang (gawi ngebekas majau) dan mempersiapkan barang-barang bawaan/sesan.

Peralatan adat yang perlu dipersiapkan dalam upacara begawi cakak pepadun, antara lain: Pakaian Adat Lengkap, Sessat, Lunjuk/Patcah Aji, Rato, Kuto Maro, Jepano, Pepadun, Panggo, Burung Garuda, Kulintang/Talo, Kepala Kerbau, Payung Agung, Lawang Kuri, Titian/Tangga, Bendera, Kandang Rarang dan Kayu Ara.

1. Pakaian Adat Lengkap
Pakaian adat adalah pakaian yang dipakai pada saat upacara adat. Pakaian itu dalam suatu upacara adat telah menjadi tradisi sejak dulu dan merupakan suatu hasil dari perundingan/musyawarah adat yang disepakati bersama serta menjadi tradisi secara turun temurun hingga sekarang. Pakaian upacara adat antara suku atau marga satu dengan marga yang lain terdapat perbedaan istilah atau nama benda-benda yang sama, walaupun sama-sama beradatkan pepadun.
Pakaian yang biasanya di pakai pada saat upacara begawi cakak pepadun, terbagi atas: pakaian Prowatin (Pepung), pakaian Mulei Menganai Aris, pakaian Penganggik, pakaian Mulei Pengembus Imbun, pakaian Pengantin Tradisional serta pakaian Penyimbang. Masing-masing pakaian ini memiliki perbedaan jenis sesuai dengan pemakainya.
Sessat

2. Nuwo Balak dan Sessat Agung
Sessat/balai adat adalah tempat permusyawaratan adat para Purwatin (majelis pemuka adat). Tempat tersebut biasanya digunakan oleh masyarakat adat untuk bermusyawarah berhubungan dengan upacara/acara perkawinan seperti menata, merancang, menimbang, mengingat sampai memutuskan sesuai dengan permintaan yang punya gawei pada para penyimbang/tokoh adat setempat. Acara-acara penting yang dilaksanakan di sessat, antara lain: waktu menerima pesirah di sessat, waktu penyimbang merwatin di sessat, waktu menerima uno gawei (uang), waktu makan, minum, siang-malam pangan kibau (makan besar/makan kerbau), waktu ngedio di sessat, cangget turun mandi, cangget mepadun, cangget bulan bago/gangget agung dan mepadun.

3. Lunjuk/Patcah Aji
Lunjuk adalah mahligai upacara adat atau mahligai penobatan. Bangunannya terpisah dari sessat dan mempunyai tangga dalam sebutan adat ijan titian. Bangunan itu berbentuk panggung dengan tiang pendek. Di bagian tengahnya ada batang kayu ara bertangkai empat bertingkat sembilan dan berbuahkan berupa kain, handuk, dan kipas.
Pada lantai lunjuk dekat kayu ara di pasang dua kursi yang beralaskan kain putih atau dibuat lunjuk kecil beralaskan kain putih untuk tempat duduk mempelai. Disinilah tempat diresmikannya kedudukan adat seseorang dengan gelar kebesarannya serta diumumkan fungsi kekuasaan pemerintahan kekerabatannya.
Didepan kedua kursi diletakkan kepala kerbau yang baru dipotong serta sebuah talam berisi nasi yang di tata dengan daging kerbau serta hati kerbau yang telah di masak dan disajikan lengkap dengan air minum serta kobokannya. Apabila hendak mengenakan/memakaikan gelar Pengeran, maka kedua kaki mempelai dikawinadatkan diatas lunjuk.

Kedua mempelai dengan pakaian adat lengkap diarak dengan tetabuan dari rumah menuju lunjuk dan didudukkan diatas kursi yang telah dipersiapkan, kemudian kedua ujung kaki atau jari kanan laki-laki dengan ujung jari kiri perempuan (kedua mempelai) dituangi air dingin sebanyak 7 kali. Diteruskan dengan pemasangan gelar kedua mempelai. Upacara ini di sebut upacara turun duwai (turun mandi). Turun duwai merupakan acara puncak pada acara pernikahan dan acaranya dilaksanakan diatas panggung kehormatan yang dinamakan dengan patcah haji atau patcah aji (tempat mengambil gelar).

4. Rato
Rato/Rata adalah kereta dorong beroda empat yang merupakan sarana adat bernilai tinggi. Alat ini berfungsi untuk mengangkut kerabat penyimbang dalam upacara diantara lunjuk dan sessat serta untuk menjemput ibu-ibu tamu agung dari daerah lain yang datang menyaksikan gawei tersebut. Undangan itu di arak dan diiringi tetabuhan dengan memakai pakaian adat naik ke atas Rato dari ujung kampung menuju balai adat.

5.Kuto Maro
Kuto Maro adalah suatu tempat duduk dari seorang raja yang tertua bagi wanita. Bila didalam sessat/rumah adat, benda itu dinamakan Kuto Maro, kalau berada di rumah namanya Puade. Demikian tata guna Kuto Maro dalam upacara adat. Benda ini tidak sembarangan orang bisa memakainya, harus ada syarat yang harus diselesaikan terlebih dahulu.

6.Jepano
Jepano merupakan alat angkut raja adat dan mempunyai nilai tinggi derajatnya karena merupakan tandu adat yang digunakan pada saat pengambilan gelar Suttan. Setiap Suttan harus menggunakan Jepano. Adapun cara memakai Jepano ini sudah diatur tokoh-tokoh adat, sebagai berikut: Jepano di dandan dengan kain serba putih. Seorang calon Suttan berdandan lengkap dengan pakaian kebesaran Suttan dengan didampingi Ngigel Pepadun. Calon Suttan dan pendampingnya naik ke atas Jepano yang di pikul dengan diiringi tetabuhan, payung agung, awan telapah menuju sessat. Di depan sessat, disambut oleh tokoh-tokoh adat beserta para ibu-ibu penyimbang dengan dua kursi untuk upacara tari Igel Mepadun. Setelah itu pengurus gawi telah siaga mengatur kejengan pepadun/letak pepadun asli Suttan baru didalam sessat.

7. Pepadun
Pepadun adalah tahta kedudukan penyimbang atau tempat seorang raja duduk dalam kerajaan adat. Pepadun digunakan pada saat pengambilan gelar kepenyimbangan (pemimpin adat). Kegunaan pepadun yakni sebagai simbol adat yang resmi dan kuat, berakarkan bukti-bukti dari masa ke masa secara turun temurun. Seorang penyimbang yang sudah bergelar Suttan diatas pepadun sendiri/pepadun warisan nenek moyang/orangtuanya, maka ia bertanggungjawab sepenuhnya untuk mengurus kerajaan kekerabatan adatnya.
Secara terminology, kata pepadun berasal dari kata perpaduan yang berarti dalam bahasa Lampung artinya berunding. Kursi Pepadun dalam adat sebagian besar terbuat dari bahan kayu tebal. Pepadun melambangkan pula status/derajat seseorang dalam sosial kemasyarakatan. Pepadun juga merupakan atribut yang utama dari penyimbang masyarakat Lampung beradatkan pepadun.

8. Panggo
Panggo adalah salah satu sarana adat untuk anak pria atau wanita seorang tokoh adat, berbentuk talam kecil yang terbuat dari perak asem. Kegunaan Panggo sebagai alas pada saat dua anak putri penyimbang di panggo/digotong oleh dua orang laki-laki yang masih kerabatnya dari rumah sampai diterima oleh panitia gawi di sessat yang akan ikut meramaikan acara adat seperti cangget dan lain-lain. Selain itu, juga pada acara pelepasan seorang putri penyimbang yang akan menikah (pinang ngerabung sanggang). Putri tersebut di panggo dari rumah sampai ke lunjuk balak. Sedangkan calon suami putra penyimbang di panggo dari lunjuk ke rato burung Garuda yang telah siap untuk pulang membawa sang putri ke tempat sang suami.

9.Burung Garuda
Burung Garuda biasanya bersama dengan rato yang di sebut Rato Burung Garuda. Benda ini merupakan kendaraan raja dari zaman purbakala. Burung Garuda di sini memiliki badan yang panjang dan besar, sayap dan bulunya terbuat dari kain putih dengan maksud kendaraan tersebut dapat menempuh perjalanan jarak jauh. Sebab dia mempunyai dua kemampuan yaitu berjalan di daratan dan terbang di udara, maka dalam penggunaannya tidak/jarang terpisah dari rato karena ia mampu menarik atau menerbangkan kendaraan yang akan membawa rombongan pineng ngerabung sanggang/rombongan pihak pria dari tempat mempelai wanita ke tempat mempelai laki-laki. Burung Garuda itu pada masyarakat Lampung mempunyai makna yang sangat tinggi yakni melambangkan dunia atas dan dunia bawah.


10. Kulintang/Talo
Kulintang merupakan bebunyian seperti gamelan Jawa tapi tidak lengkap. Hanya berupa gamelan sederhana. Seni bunyi-bunyian ini terbuat dari bahan logam perunggu berjumlah 12 buah dengan nada suara yang berbeda-beda. Alat musik itu biasanya ditabuh untuk mengiringi acara-acara adat; Tabuh Sanak Miwang Diljan, Tabuh Sereliyih Adak Deh, Tabuh Serenundung Lambung, Tabuh Tari, Tabuh Muli Turun di Sessat, Tabuh Baris untuk Gubar Sangget, Tabuh Damang Kusen.
Dalam acara-acara adat gawi, Kulintang juga turut menentukan ramai tidaknya acara adat baik di sessat maupun di rumah. Sebab penabuh harus orang-orang yang benar-benar cakap menabuhnya. Apalagi setiap saat Kulintang ini ditampilkan/dibunyikan dalam acara-acara seperti: Cangget, Nyambut tamu, di Lunuk, di Pusiban, di Tanah Adat Sessat.

11. Kepala Kerbau
Kepala Kerbau yang diletakkan diatas lunjuk/panggung kehormatan melambangkan keperkasaan atau kejantanan dari mempelai pria, karena pada zaman dulu tengkorak kepala orang yang disuguhkan dihadapan orang ramai yang merupakan hasil dari si pemuda yang akan dikawinkan. Tengkorak/kepala orang tersebut merupakan syarat dalam perkawinan jujur. Perkembangan selanjutnya, tengkurak itu di ganti dengan hewan kerbau.

12. Payung Agung

Payung Agung merupakan tanda kebesaran raja adat. Payung ini terbuat dari bahan kain warna putih, kuning dan merah. Ketiga warna dari payung tersebut melambangkan tingkat kedudukan penyimbang/kepala adat pada masyarakat Lampung beradat Pepadun. Payung Putih; digunakan oleh Penyimbang Mega/Marga. Payung Kuning; digunakan oleh Penyimbang Tiyuh dan Payung Merah; digunakan oleh Penyimbang Suku.

13. Lawang Kuri
Lawang Kuri merupakan pintu gerbang kerajaan adat dilingkungan masyarakat adat Pepadun. Fungsi lawang kuri ini didalam upacara adat adalah sebagai pembatas/pintu, dimana pada lawang kuri dipasang kain penutup berupa sanggar.


14. Titian/Tangga

Titian Tangga ini berasal dari kata ijan titian. Ijan titi juga merupakan sarana adat. Biasanya dipasang di sessat, lunjuk dan tangga rumah si empunya gawi. Ijan titian disebut pula titian kuya/jalan putri yaitu tangga yang diatasnya dibentang kain putih/kain belacu untuk tempat langkah kaki penyimbang dan mempelai menuju balai adat dalam sebuah upacara adat.

15. Bendera
Bendera dari kain berbentuk segitiga, dipasang pada tiang-tiang bambu diletakkan di depan sessat dan di depan rumah yang punya gawi.
Kandang Rarang
Kandang Rarang adalah lembaran kain putih yang panjang, dipakai untuk mengurung/membatasi rombongan para penyimbang atau mempelai yang berjalan menuju ke tempat upacara adat dan di pakai untuk menyambut tamu agung bersama dengan payung, awan telepah serta diiringi tatabuhan. Kain putih itu di pasang pada ujung kain, dipegang oleh para pria muda pada setiap penjuru. Semua yang di kurung berpakaian adat.

16. Kayu Ara
Kayu Ara biasanya terletak ditengah lunjuk (panggung kehormatan) dikeempat sudut lunjuk. Kayu Ara ini berbentuk seperti pagoda sederhana menjulang keatas. Tiangnya terbuat dari batang pohon pinang yang dilingkari oleh lingkaran bambu berhias yang digantungi berbagai macam benda seperti kain, selendang, handuk, dan kipas.
Pada akhir acara, pohon kayu ara itu di panjat oleh kerabat yang membantu bekerja dalam upacara adat dan anak-anak setempat. Mereka saling berebut untuk mendapatkan buah kayu ara. Biasanya tiang pohon ini di beri bahan pelicin agar tidak mudah di panjat. Bagi masyarakat pribumi Lampung, kayu ara melambangkan pohon kehidupan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACAM PUISI LAMPUNG

SISTEM PERNIKAHAN LAMPUNG PEPADUN & SAI BATIN